Minggu, 26 Desember 2010

AKULAH SATU-SATUNYA!!


Sejak duduk di bangku SMA, aku sudah tak punya sedikitpun niat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi alias kuliah. Dapat bersekolah di Sekolah Menengah Atas saja sudah merupakan keajaiban yang luar biasa bagiku. Bahkan sejak kelas 2 SMP pun, aku sangat bingung untuk melanjutkan sekolah, karena saat itu ayah terkena penyakit stroke dan membuat Mamah harus banting tulang menggantikannya mencari nafkah untuk memberi makan kami. Kakak-kakakku yang lain sudah berkeluarga dan pasti sibuk mengurus keluarga masing-masing, sehingga mereka tak banyak membantu keuangan kami. Aku merasa sangat kasihan pada Mamah yang harus bekerja –hanya sebagai buruh cuci dan pengasuh bayi di rumah tetangga sepanjang hari dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore, dan lebih parahnya lagi beliau hanya di beri upah 10ribu perhari, itu sangat memprihatinkan. Belum lagi, Mamah juga harus mengurus kami (aku dan Ayah), memasak, mencuci dan kegiatan-kegiatan ibu lainnya, sungguh hal itu membuatku sedih.
Aku yang setiap harinya harus pergi sekolah dan pulang sore hanya bisa sedikit saja bisa membantu Mamah, aku hanya membantu menanak nasi ketika Mamah masih bekerja, atau membantu membereskan rumah dan mencuci piring. Apalagi melihat kondisi ayah yang bahkan untuk makan pun beliau sangat sulit, karena tangan kanannya sama sekali tak bisa digerakan, sehingga Mamah yang harus menyuapi Ayah. Sungguh air mataku selalu menetes melihat hal itu. Ingin rasanya aku berhenti sekolah lalu bekerja agar Mamah tak perlu bekerja lagi disana dan tak perlu pusing-pusing memikirkan biaya sekolahku, cukup menjadi sosok istri yang setia mengurus suaminya, dan biarlah aku yang bekerja untuk membiayai hidup kita. Tapi apa yang bisa aku perbuat saat itu? Bahkan bekerja pun mau kerja apa sih anak tamatan SD? Mamah selalu menasehatiku “Neng belajar aja yang bener, biar pinter trus nanti bisa sukses dan memperbaiki kondisi ekonomi kita”. Itulah yang selalu membuatku semangat untuk pergi ke sekolah. Aku ingin jadi orang sukses!
Saat kelas 3 SMP lah puncak rasa sakitku, cukup! Aku tak ingin lagi merepotkan Mamah, aku berniat untuk mencari kerja saja, aku tak punya harapan untuk melanjutkan sekolah. Sampai suatu ketika sahabatku yang juga adalah adik sepupuku, berkata “iis… aku yakin kamu pasti bisa sekolah! Ga mungkin Mamah kamu ngebiarin anak bungsunya cuma sekolah sampe SMP doank. Kakak kamu aja kan bisa sampe STM, kamu pasti lebih dari itu is.. percaya deh!”. Aku hanya mampu menunduk dan menangis, bukan menangisi diriku yang terancam tidak sekolah, tapi menangis karena bingung pekerjaan apa yang bisa anak tamatan SMP peroleh? Jika aku tak bisa mendapatkan pekerjaan, percuma! Itu hanya akan menambah rasa sakit yang Mamah derita. Aku benar-benar bingung.
Keajaiban datang. Ada seorang guru yang sangat baik, beliau melunasi semua hutang SPP ku, dan memberi uang untuk membeli buku-buku paket. Bahkan beliau pun –saat aku lulus– memperjuangkanku untuk tetap bisa sekolah, beliau tau keadaan ekonomi keluargaku. Pak Dayus, itulah panggilan beliau di sekolah. Pak dayus selalu memberiku semangat untuk tetap sekolah, beliau memberiku uang perbulan, dan membantuku untuk sekolah di SMA N 15 secara gratis, namun sayangnya aku tidak lolos seleksi, sehingga harus masuk dengan jalur biasa (harus membayar uang pangkal dan biaya SPP seperti yang lainnya). Akupun diterima di SMA N 15 Bandung dengan jalur biasa, dan itu membuatku bingung! Biaya dari mana? Uang pangkal yang 2.5 juta itu? Belum lagi uang untuk seragam dan uang SPP yang 95 ribu perbulan. Aku tak sanggup membayarnya! Tapi pak Dayus tetap menyemangatiku, bahkan beliau menyuruhku membawa ibu untuk berbicara dengannya. Beliau pun menasehati ibuku untuk selalu mendukungku, tak perlu memikirkan biaya, yang penting sekolah.
Lalu ibu membanting tulang, mencari bantuan agar sekolahku bisa gratis disini. Beliau –ditemani aku– datang ke ruang BK SMA N 15, lalu bertemulah kami dengan Bu Cucu. Dan keajaiban datang. Bu Cucu lah yang akan membiayai sekolahku! Subhanallah.. begitu beruntungnya aku! Akupun berniat akan belajar sungguh-sungguh disini! Tak akan mengecewakan Mamah, Pak Dayus, Bu Cucu dan semua orang yang menyayangiku. Hingga akhirnya banyak prestasi yang kudapat disini. Rangking yang kudapat tak pernah luput dari rangking 3 besar, bahkan aku menjadi salah satu siswi yang dipercaya untuk mengikuti olimpiade fisika sebagai perwakilan dari SMA 15, ikut cerdas cermat fisika juga, dan banyak lagi. Melihat semua prestasiku itu, banyak guru-guru yang menyayangi dan mempercayaiku, begitupun teman-temanku, semuanya terlihat sangat bergantung padaku. Setiap ada pelajaran yang kurang dimengerti, mereka selalu datang padaku untuk bertanya. Aku merasa benar-benar memiliki semangat untuk terus sekolah.
Akhirnya tibalah aku di masa gundah lagi. Lagi-lagi aku sangat bingung. Kini aku duduk di kelas 3, haruskah aku meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi?? Rasanya tidak! Kuliah itu mahal! Selain itu, aku gaptek, ga bisa bahasa inggris dan sangat asing dengan kata kuliah, mahasiwa, universitas, hupt.. tak ada satupun anggota keluargaku yang kuliah. Jadi aku benar-benar asing dengan kehidupan mahasiswa. Lalu kuputuskan untuk bekerja. Apalagi melihat Mamah yang masih saja bekerja sebagai buruh cuci, dan semakin repot karena aku yang mulai sibuk, tidak banyak membantu beliau. Mamah pun setuju aku bekerja, bahkan beliau memang lebih menyarankan aku untuk bekerja “Mamah lebih setuju kamu kerja. Kuliah itu mengeluarkan uang, sedangkan kerja kan kamu bisa dapet uang! Mamah bukannya cape kerja dan nyari uang buat sekolah kamu, tapi gimana? Biaya kuliah itu benar-benar mahal Neng! Jujur Mamah ga sanggup. Neng juga tau gimana keadaan ekonomi kita kan?”. Kata-kata itulah yang membuatku bertekad untuk bekerja saja. Tekadku sudah benar-benar bulat saat itu, bahkan aku sudah mulai membuat surat lamaran kerja, meskipun sebenarnya entah mau kerja dimana.
Saat guru-guru tau aku bertekad untuk tidak kuliah, semua langsung menasehatiku. Satu persatu ku dengar kekecewaan mereka ketika mereka bertanya “mau kuliah dimana is?” dan jawabanku hanya satu kalimat “tidak akan kuliah Bu/Pak”. Mulai dari guru fisika (Bu Neni) yang sangat menyayangiku, bahkan aku dijuluki sebagai ‘master fisika’ dan ‘anak Bu Neni’ oleh teman-teman saat itu, beliau menyarankan aku untuk kuliah melihat prestasiku yang sangat bagus, lalu Pak Iriansyah guru BK, beliau menyuruhku untuk ikut seleksi beasiswa dan sangat menyarankan aku untuk kuliah, dan Bu Neneng guru matematika yang juga begitu sayang padaku, beliau sangat kecewa mendengar pernyataanku, beliau menyarankan aku untuk ikut beasiswa, konsultasi dengan guru BK, jangan memikirkan biaya, yang penting kamu punya niat. Selain itu, teman-temanku juga sama. Mereka sangat menyayangkan jika aku berhenti sekolah. Mereka ingin aku kuliah. Inilah kalimat-kalimat yang sering kudengar dari teman-teman:
“iis kamu harus kuliah! Kamu pinter is! Ga usah mikirin biaya! Banyak beasiswa is, tenang aja.. kuliah yah?”
“is, coba aku jadi kamu da! Pasti ga akan mikir-mikir lagi! Udah pasti mau banget kuliah”
“is, tukeran otak yu! Seenggaknya buat SNMPTN aja deh, mau ga?”
“is kenapa sih ga mau kuliah? Sayang banget tau! Kamu tuh pinter! Yang penting punya kemauan. Karena dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan”
“is kalo kamu kerja sekarang tuh bayarannya dikit is, percuma! Mending kamu kuliah dulu, jadi sarjana, baru kerja. Upahnya lebih gede is! Sayang banget kalo kamu ga kuliah cuma karna masalah biaya, ayo is smangat! Kuliah kuliah!”
Pokoknya banyak banget teguran dan nasehat dari teman dan guruku. Aku mulai bingung, tekad bulatku untuk bekerja pun mulai goyah. Semua nasehat dan teguran itu aku cerna baik-baik. Dan memang banyak benarnya, aku bingung! Mamah menyarankanku untuk bekerja, ayah yang tidak suka gaya seorang mahasiswa membuatku bertekad untuk tidak kuliah, tapi disisi lain, guru-guruku, teman-temanku, mereka membuatku ingin kuliah. Aku bingung!!. Hingga akhirnya aku menemukan jalan keluar. Setelah memikirkan dan menimbang segala konsekuensi yang akan aku dapat, akhirnya aku memutuskan untuk mencoba kuliah.
Sebenarnya saat itu, hatiku belum sepenuhnya bertekad untuk kuliah, malah hatiku lebih cenderung ingin bekerja daripada kuliah. Tapi melihat pengorbanan guru-guruku yang begitu memperjuangkan aku dan tak henti-hentinya menyemangatiku (Pak Iriansyah yang mengenalkan aku dengan bea-studi etos, Bu Neneng yang memberiku uang untuk SNMPTN, bahkan Bu Cucu yang siap membantu uang perkuliahanku), membuatku akhirnya memilih untuk mengikuti mau mereka, apalagi Bu Cucu yang sudah membiayai sekolahku, mungkin dengan ini aku bisa membalas sedikit kebaikan mereka. Meski harus menyakiti perasaanku sendiri yang sebenarnya ga mau kuliah, juga mungkin menghianati Mamah dan Ayah yang slalu menasehatiku untuk bekerja saja. Maaf ya Mah..
Aku pun mulai mengikuti saran Pak Iriansyah untuk ikut seleksi bea-studi etos. Bersungguh-sungguh melengkapi segala berkas-berkas persyaratan yang harus dikumpulkan. Tapi aku masih setengah hati, karena belum mendapat dukungan dari keluarga. Sampai akhirnya suatu malam aku mengatakan semuanya pada kedua orangtuaku, aku bilang kalo saat ini aku sedang mengikuti seleksi beasiswa untuk kuliah. Saat itu orangtuaku kaget, keduanya hanya diam tak memberiku solusi dan dukungan, bahkan keduanya berlalu meninggalkanku. Mamah beranjak ke rumah kakakku –yang sebenarnya satu rumah dengan kami, tapi beda pintu–, lalu beliau meminta solusi dari kakakku. Entah apa yang mereka obrolkan disana, lalu akhirnya aku dipanggil dan disinilah aku diberi nasehat, solusi dan dukungan. Dengan penuh pertimbangan akhirnya keluargaku setuju aku kuliah. Bahkan Pak Iriansyah pun datang ke rumahku untuk meyakinkan Mamah bahwa anaknya ini mampu kuliah, jangan pernah menghawatirkan soal biaya, yang penting semangatin aja iisnya, begitu kurang lebih nasehatnya.
Setelah segala persyaratan dipenuhi, akhirnya aku mendapat kabar bahwa aku lolos seleksi pertama, kemudian akan ada seleksi selanjutnya, yaitu tes tulis dan wawancara di asrama etos putra. Pak Iriansyah lah yang setia menemaniku dan mengantar-jemput aku ke asrama etos. Beberapa hari kemudian setelah seleksi tahap dua itu selesai, aku mendapat kabar bahwa aku lolos seleksi tersebut, dan akan ada seleksi tahap tiga yaitu survey ke rumah, dan akupun lolos seleksi ini. Kini tinggal mengikuti SNMPTN dan menunggu hasilnya.
***
Bu Neneng yang membiayai formulir SNMPTNku, Pak Iriansyah yang membimbingku mengisi formulir yang asing ini, Bu Cucu yang selalu memberiku semangat, keluargaku yang juga kini sangat benar-benar kurasakan dukungannya. Aku sangat berterimakasih untuk itu semua. Aku mulai membulatkan hati bahwa inilah keputusan yang akan ku ambil, aku akan mengikuti SNMPTN. Sebenarnya aku sangat asing dengan kata itu, SNMPTN apa itu? Bahkan soal-soalnya seperti apa juga aku ga pernah tau, dan aku hanya punya waktu satu minggu untuk mempersiapkan SNMPTN ini. Tapi jujur aku ga belajar dengan sungguh-sungguh, entahlah.. mungkin karena hatiku belum siap menjadi seorang mahasiswa. Satu bulan kemudian setelah SNMPTN itu, tibalah pengumuman, semua orang sangat berharap aku diterima.
Dan pengumuman pun tiba. Aku ke warnet untuk melihat hasilnya, pelan-pelan ku ketikkan nomor formulirku, dan saat itu juga aku kaget melihatnya. Aku diterima!! Rasanya aku ingin menangis. Menangis yang tak ku mengerti arti tangisannya, apakah ini tangisan bahagia? Atau sedih? Atau takut? Atau apa? Semua rasa bercampur aduk tak ku mengerti. Setelah melihat hasil ini, aku langsung menghubungi Bu Neneng dan Pak Iriansyah bahwa aku diterima.
Esoknya aku ke sekolah. Dan masuklah aku ke ruang guru, lalu Bu Neneng menghampiriku dan merangkul, memeluk dan menciumiku dengan penuh bangga, lalu mengatakan pada semua guru disitu bahwa aku satu-satunya siswa yang lolos SNMPTN ke ITB. Seketika itu pula semua guru bergiliran menyalamiku, mengucapkan selamat, memeluk, mencium dan mendoakanku. Sungguh hal ini membuatku sangat terharu, semua kebanggaan ini, bisakah aku tetap mempertahankannya? Mampukah aku tidak mengecewakan guru-guruku kelak? Makasih Bu, Pak.. atas semua yang pernah kalian beri untukku.
***

Kemudian akupun memberi kabar ke pihak beastudi etos. Lalu aku dan teman-teman lain yang lolos seleksi tersebut diminta untuk hadir pada pertemuan pertama. Akupun berangkat kesana bersama Mamah. Sesampainya di asrama beastudi etos, aku sangat kaget. Aku adalah satu-satunya akhwat yang lolos tahun ini, satu-satunya! Subhanallah.. lalu berkenalanlah aku dengan semua etoser 2009. Akulah satu-satunya siswa SMAN 15 Bandung yang lolos seleksi beastudi etos, akulah satu-satunya siswa SMAN 15 Bandung yang lolos SNMPTN ke ITB, akulah satu-satunya akhwat yang menjadi etoser bandung angkatan 2009, akulah satu-satunya dari anggota keluargaku yang bisa merasakan bangku kuliah. Akulah satu-satunya! Bagaimana mungkin aku tidak bangga menjadi seorang etoser?
Aku bukanlah orang yang aktif berorganisasi, bukan orang yang sering jalan-jalan, bukan juga orang yang pandai bicara dan mengonsep suatu acara, jadi bagiku etos adalah wadah yang sangat luar biasa, disini aku bisa belajar melatih diri dan merasakan sendiri kegiatan-kegiatan tersebut. Awal pertama pindahan ke asrama putri etos Bandung, semua kakak etoser akhwat begitu welcome menerimaku, sebuah kesan pertama yang sangat bagus. Bahkan ketika itu, kami mengadakan jalan-jalan ke gunung tangkuban perahu sebagai hari penerimaan anggota baru. Etoser 2009. Itu merupakan kali pertama bagiku pergi kesana, karena aku tak pernah pergi kemana-mana, butuh uang untuk pergi-pergian, jadi aku selalu di rumah meski libur panjang tiba. Bagaimana mungkin aku tidak bangga menjadi seorang etoser?
Disini juga aku dituntut untuk menjadi manusia yang lebih mandiri, tak lagi bergantung pada orangtua. mengatur uang pemasukkan dan pengeluaran sendiri, mencuci baju sendiri, mencari makan sendiri. Bagaimana mungkin aku tidak bangga menjadi seorang etoser?
Setiap subuh kami solat berjamaah, membaca dzikir al-matsurot bersama dan mendengarkan kalimat-kalimat tausiyah yang terkonsep. Sungguh suatu hal yang baru bagiku, sehingga aku selalu bersemangat dan tak pernah mau melewatkan halaqah subuh ini, disini aku mendapat materi yang banyak tentang keislaman, mencoba mengerti arti hidup dan cara bertahan, aku benar-benar memperoleh banyak hal disini. Bagaimana mungkin aku tidak bangga menjadi seorang etoser?
 Lalu setiap Minggu sore ada pembinaan mingguan, banyak ilmu baru yang ku dapatkan dari pembinaan tersebut, pembinaan mingguan ini juga tentu saja membuatku selalu bersemangat mengikutinya, tak pernah aku lewatkan satu kali pun pembinaan tersebut, bahkan yang membuat semakin seru lagi, konsep acara dan pelaksanaannya saat itu dibuat oleh etoser, pendamping hanya memberikan tanggal pelaksanaan, tema, dan angkatan berapa yang bertugas sebagai panitia, sedangkan konsep acara, konsumsi, logistik, pembicara, dsb. diserahkan sepenuhnya pada etoser yang ditunjuk sebagai panitia. Sehingga pembinaan ini merupakan wadahku mencari ilmu dan wawasan, juga wadahku mengasah jiwa keorganisatoranku. Bagaimana mungkin aku tidak bangga menjadi seorang etoser?
Selain itu, beberapa kali kami juga mengadakan rihlah, seperti ke curug dago, dan mendaki gunung tangkuban perahu. Etoser 2009 juga mengadakan acara halal bihalal etos Bandung, dan sosialisasi adanya anggota baru di asrama etos Bandung kepada masyarakat sekitar. Etos begitu banyak memberiku pengalaman yang baru, memberiku kesempatan menginjakkan kaki ke tempat-tempat indah yang belum pernah ku kunjungiku, memperkenalkanku dengan karakter-karakter orang yang berbeda, memperkuat rasa cintaku kepada agamaku. Bagaimana mungkin aku tidak bangga menjadi seorang etoser?
Disini aku benar-benar mendapatkan banyak hal baru. Aku yang gaptek mulai mengenal banyak teknologi, bahkan berkat etos pulalah aku bisa tetap kuliah di ITB tanpa memikirkan biaya. Berkat etos juga aku tidak merepotkan orangtuaku. Mengurangi jatah pengeluaran yang harus ibuku keluarkan. Disini aku mulai mengenal yang namanya kartu ATM, cara menabung dan mengambil uang di bank, cara menggunakan kartu ATM dengan benar, semua itu adalah hal baru bagiku. Silahkan tertawa karena aku yang begitu gaptek ini, tapi memang seperti itulah aku. Etoslah yang memperkenalkanku dengan semua itu. Kakak-kakak akhwat yang membantuku belajar lebih banyak tentang cara menggunakan computer, flashdisk, kartu ATM, semua itu mereka ajarkan. Bagaimana mungkin aku tidak bangga menjadi seorang etoser?
Belum lagi ada TENs (Temu Etos Nasional) yang membawaku menginjakkan kaki untuk pertama kalinya ke Bogor, Depok, dan Jakarta. Itu adalah salah satu mimpiku, aku pernah punya keinginan untuk bisa menginjakkan kaki di tanah metropolitan, melihat tugu monas secara langsung, aku juga ingin jalan-jalan di UI, dan etoslah yang mewujudkannya! Di TENs ini juga, etos mempertemukanku dengan saudara-saudaraku dari 9 daerah yang berbeda, mempelajari sedikit demi sedikit cara bicara dan bahasa mereka, mencoba membandingkan watak-watak yang ada di 9 daerah tersebut, menjalin hubungan persaudaraan dengan semuanya, mencoba mengenal 11 universitas ternama di Indonesia. TENs benar-benar memberiku banyak hal dan memberiku banyak motivasi. Inilah puncak kebanggaanku menjadi seorang etoser, meskipun etoser Bandung tak se keren etoser lain, tapi aku tetap bangga! Aku bisa mendapatkan semua ini dari etos, Bagaimana mungkin aku tidak bangga menjadi seorang etoser?
Teman-teman ku waktu SD dan tetanggaku banyak yang hamil sebelum nikah, banyak yang putus sekolah karena malas, banyak yang nikah muda, banyak yang stress karena jadi pengangguran, banyak yang ingin kuliah tapi tidak bisa. Berbeda denganku yang begitu beruntung. Bisa kuliah, mampu mandiri, selalu menjaga diri karena selalu mendapat pembinaan, memiliki banyak ilmu, wawasan, pengalaman dan kehidupan baru sebagai seorang etoser. Bagaimana mungkin aku tidak bangga menjadi seorang etoser?
Guru-guruku begitu bangga, karena aku satu-satunya siswa yang lolos SNMPTN. Ayah ibuku begitu bangga, karena aku satu-satunya anggota keluarga yang bisa kuliah. Teman-teman yang bangga karena memiliki seorang teman mahasiswa ITB. Keluargaku yang bangga, karena aku bisa kuliah tanpa merepotkan mereka. Jadi… Bagaimana mungkin aku tidak bangga menjadi seorang etoser? Aku sangat bangga menjadi seorang etoser!!
Aku cinta etos! Aku bangga jadi etoser.. terimakasih etos..

Desember 2010
Iis Casmiati, Etoser 2009
Teknik Material ITB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar